Senin, 22 Desember 2014
‘ILM
AL-LUGHOH AL-‘AAMM / LINGUISTIK UMUM
v Pengertian
Linguistik Secara Etimologi (Bahasa)
Linguistik dalam bahasa Arab disebut
dengan “علم اللغة” . Ilmu sendiri adalah pengetahuan yang
didapat melalui proses ilmiah, sedangkan pengetahuan adalah hasil tangkapan
panca indera yang diproses oleh akal. Linguistik dalam bahasa Inggris disebut
“Linguistics”, dan dalam bahasa Prancis disebut “Linguistique” (terdapat
penyebutan bahasa Prancis karena tokoh peletak dasar konsep-konsep linguistik
adalah Ferdinand De Saussure yang berasal dari Swiss, Prancis). Ketiga istilah
ini, yaitu linguistik (bahasa Indonesia), linguistics (bahasa
Inggris), dan linguistique
(bahasa Prancis), ketiga-tiganya berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Lingua”
yang berarti bahasa. Oleh karena itu, dapat dikatakan pengertian linguistik
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani (Lingua) yang berarti bahasa.
v Pengertian
Linguistik Secara Terminologi (Istilah)
Pengertian linguistik menurut istilah
(terminologi) adalah ilmu yang mengkaji dan membahas bahasa sebagai bahasa,
atau yang dalam bahasa Arab :
علم
اللغة : علم يبحث عن لغة كاللغة
Objek ilmu itu ada dua :
1.
Objek material, yang mengkaji objek
kajian, fokus pada sasaran penelitian
2.
Objek formal, yang mengkaji objek kajian
yang lain
Pengkajian linguistik terbagi menjadi dua, yaitu
:
1.
Sebagai bahasa, seperti pengertian
linguistik secara terminologi di atas.
Pengkajian
linguistik sebagai bahasa mempunyai objek ilmu sebagai berikut :
·
Objek material : bahasa
·
Objek formal : bahasa sebagai bahasa
Bahasa adalah sistem,
lambang, bunyi, arbitrer, konvensional, sebagai alat
komunikasi. Penjelasannya :
·
Sistem : Perpaduan unsur yang saling
berhubungan
Sistem terdiri dari
bunyi (dihasilkan oleh organ wicara/أعضاء
النطق, dikaji dalam ilmu fonologi), gramatika (aturan, tata
bahasa, dikaji dalam ilmu morfologi dan sintaksis, ilmu morfologi membahas
kata, sedangkan ilmu sintaksis membahas frasa, klausa, dan kalimat), makna
(arti, dikaji dalam ilmu semantik), dst.
·
Lambang : Penanda (yang menandai) dan
petanda (yang ditandai) bersifat tidak natural, bukan alami, suka-suka, dan
melalui kesepakatan
Contoh : Warna
merah dalam rambu-rambu lalu lintas melambangkan berhenti, sedangkan warna
merah dalam bendera negara Indonesia melambangkan keberanian, di desa tertentu
juga ada warna merah yang melambangkan kematian/kesedihan. Dalam hal ini warna
merah adalah penanda, sedangkan berhenti, berani, dan bersedih adalah petanda.
Selain lambang,
juga ada tanda. Tanda berkebalikan dengan lambang. Dalam tanda, penanda (yang
menandai) dan petanda (yang ditandai) bersifat natural, alami, bukan suka-suka.
Contoh : Jika sedih
akan mengeluarkan air mata, jika bahagia akan tersenyum atau tertawa. Dalam hal
ini sedih dan bahagia adalah petanda, sedangkan tersenyum dan tertawa adalah
penanda.
·
Bunyi : Sesuatu yang terdengar (didengar)
atau ditangkap oleh telinga, baik bunyi vokal (a,i,u,e,o) ataupun bunyi
konsonan (selain bunyi vokal) yang akan dikaji dalam ilmu fonologi
·
Arbitrer : Suka-suka dalam menentukan
penanda dan petanda
·
Konvensional : Penentuan penanda dan
petanda sesuai kesepakatan/merupakan kesepakatan
·
Alat Komunikasi : Merupakan pengkajian
terhadap bahasa yang masih digunakan sebagai alat komunikasi sosial sampai saat
ini
Sebagai bahasa,
kajian linguistik ini disebut dengan Kajian Intrinsik atau Linguistik Mikro
(Microlinguistik; bahasa Inggris). Linguistik Mikro meliputi :
1.
Ilmu Fonologi (Phonology; bahasa
Inggris), dalam bahasa Arab disebut علم
الأصوات (‘Ilm al-Ashwat). Ilmu ini mengkaji dan membahas bunyi vokal dan bunyi
konsonan. Contoh : Dalam bahasa Inggris terdapat perbedaan bunyi antara F dan
V.
2.
Ilmu Morfologi (Morphology; bahasa
Inggris), dalam bahasa Arab disebut علم
الصرف (‘Ilm ash-Shorf). Ilmu ini mengkaji dan membahas
morfem. Morfem adalah unit gramatik/tata bahasa terkecil yang akan mempunyai
makna jika sudah digabung dengan kata lain. Contoh : morfem “ber” , morfem
tersebut akan mempunyai makna jika digabungkan dengan kata lain, seperti istri;
menjadi beristri, artinya mempunyai istri; digabungkan dengan kata kuda,
menjadi berkuda, artinya menaiki kuda; digabungkan dengan kata baju, menjadi
berbaju, artinya memakai baju (“ber” disebut morfem terikat, karena terikat
dengan kata lain, sedangkan beristri, berkuda, dan berbaju merupakan morfem
bebas). Dalam bahasa arab juga terdapat morfem, seperti ...ان، ...ون , yang akan memiliki makna jika digabungkan
dengan kata lain, contoh بيت + ان , menjadi بيتان yang berarti dua rumah, يذهب
+ ون , menjadi يذهبون yang berarti mereka sedang pergi.
3.
Ilmu Sintaksis, merupakan ilmu yang
mengkaji dan membahas susunan kalimat dan bagiannya, atau dengan kata lain ilmu
yang mengkaji dan membahas susunan kata dalam bentuk frasa (gabungan dua kata
atau lebih yang bersifat nonpredikatif/tidak berpredikat), klausa (satuan
gramatikal yg berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan
predikat dan berpotensi menjadi kalimat), dan kalimat (kesatuan ujar yg
mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan). Sebenarnya, dalam membahas
frasa terdapat ilmu yang pembahasannya lebih detail, yaitu Ilmu Fraseologi
(Phraseology; bahasa Inggris). Ilmu Fraseologi dan Ilmu Sintaksis dalam bahasa
Arab masuk dalam pembahasan علم
النحو (‘Ilm an-Nahwu).
4.
Ilmu Semantik, merupakan ilmu yang
membahas dan mengkaji makna/arti suatu kata. Dalam bahasa Arab disebut علم
الدلالة (‘Ilm ad-Dalalah).
5.
Ilmu Leksikologi, merupakan ilmu yang
membahas dan mengkaji tentang seluk beluk kata.
2.
Sebagai fenomena-fenomena lain (karena
bukan hanya linguistik saja yang membahas dan mengkaji bahasa). Pengkajian
linguistik sebagai fenomena-fenomena lain disebut dengan Kajian Ekstrinsik atau
Linguistik Makro (Macrolinguistik; bahasa Inggris), atau juga sering disebut
Kajian Interdisipliner. Linguistik Makro ini di antaranya :
1.
Sosiolinguistik (Sosiologi dan
Linguistik), merupakan ilmu tentang bahasa yang digunakan di dalam interaksi
sosial, atau cabang linguistik tentang hubungan dan saling pengaruh antara
perilaku bahasa dan perilaku sosial. Sosiolinguistik mempunyai objek ilmu
sebagai berikut :
Objek material : bahasa
Objek formal :
bahasa sebagai alat komunikasi sosial
2.
Antropolinguistik (Antropologi dengan
Linguistik), merupakan ilmu tentang bahasa yang digunakan dalam kebudayan
secara formal atau dapat juga dikatakan ilmu yang mempelajari hubungan bahasa
dengan budaya dan pranata budaya manusia. Adapun objek ilmunya adalah sebagai
berikut :
Objek material :
bahasa
Objek formal :
bahasa sebagai salah satu bentuk kebudayaan secara formal
3.
Psikolinguistik (Psikologi dan
Linguistik), merupakan ilmu tentang hubungan antara bahasa, perilaku dan akal
budi manusia, dengan kata lain ilmu interdisipliner linguistik dengan psikologi.
Adapun objek ilmunya adalah sebagai berikut :
Objek material :
bahasa
Objek formal :
bahasa dalam psikologi
4.
Stilistika, merupakan ilmu yang
mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. Stilistika
mempunyai objek ilmu sebagai berikut :
Objek material :
bahasa
Objek formal :
bahasa sebagai ekspresi keindahan
v Linguistik
Umum
Linguistik Umum dalam bahasa Arab
disebut dengan “"علم اللغة العام . Sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut “General Linguistics”, dan dalam bahasa Prancis disebut “Generale
Linguistique”. Ilmu Linguistik ini sering juga disebut Linguistik Umum.
Dinamakan linguistik umum karena ilmu ini tidak hanya mengkaji sebuah bahasa
saja, atau mengkaji bahasa tertentu, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
ataupun bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa
yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, atau dapat juga dikatakan
mengkaji semua bahasa manusia pada umumnya.
Semua bahasa yang
beragam di dunia ini dapat dikaji dalam ilmu linguistik umum. Hal ini
dikarenakan meskipun banyak sekali perbedaannya, tetapi tiap-tiap bahasa
tersebut tentu mempunyai karakteristik dan persamaan antara yang satu dengan
yang lainnya, dengan kata lain ada ciri-cirinya yang universal, dan hal yang
inilah yang diteliti dan dibahas dalam linguistik umum.
Adapun ciri-ciri
umum dari semua bahasa di muka bumi di antaranya sebagai berikut :
1) Setiap bahasa
pasti memiliki perbedaan kata, contoh : “Saya” dalam bahasa Inggris adalah “I”,
dan dalam bahasa Arab adalah أنا .
2) Setiap bahasa
pasti memiliki jenis-jenis kata, contoh : Dalam bahasa Indonesia mengenal jenis
kata kerja, kata benda, dll. Dalam bahasa Inggris mengenal jenis verb, noun,
dll. Dalam bahasa Arab mengenal jenis isim, fi’il, dan huruf.
Sedangkan persamaan
semua bahasa di muka bumi di antaranya sebagai berikut :
1)
Semua bahasa di muka bumi ini mengenal
Subjek, Prediket, Objek, Keterangan (S, P, O, K).
Contoh :
·
Dalam bahasa Indonesia kalimat : Saya
menangis (Saya : Subjek, Menangis : Prediket ; subjeknya berupa kata ganti,
predikatnya berupa kata kerja), Rumah itu bersih (Rumah : Subjek, Bersih :
Prediket ; subjeknya berupa kata benda, predikatnya berupa kata sifat).
·
Dalam bahasa Inggris kalimat : You are
beautiful (You : Subjek, Beautiful : Prediket ; subjeknya berupa noun,
predikatnya berupa adjektiva), Drawing is my hobby (Drawing : Subjek, My
hobby : Prediket ; subjeknya berupa gerund/kata kerja{verb}+ing,
predikatnya berupa noun), To smoke is not good (To smoke : Subjek, Not
good : Prediket ; subjeknya berupa to invinitive, predikatnya berupa adjektiva).
·
Dalam bahasa Arab kalimat : الصلاة
واجبة (الصلاة : Subjek, واجبة : Prediket ; subjeknya berupa isim, predikatnya berupa isim), أن
تصوموا خير لكم (أن تصوموا : Subjek, خير لكم : Prediket ; subjeknya
berupa mashdar muawwal, predikatnya berupa isim).
2)
Semua bahasa di muka bumi ini hanya
memiliki dua pola frasa, yaitu :
·
Frasa MD (Menerangkan, Diterangkan)
Contoh dalam bahasa
Inggris : A clean house ; clean – menerangkan, house – diterangkan.
·
Frasa DM (Diterangkan, Menerangkan)
Contoh dalam bahasa
Indonesia : Rumah yang bersih ; rumah – diterangkan, bersih – menerangkan.
Contoh dalam bahasa
Arab : بيت نظيف , artinya rumah yang bersih
; بيت
–
diterangkan, نظيف – menerangkan.
3)
Semua bahasa di muka bumi, pasti mengenal
imbuhan/afeks.
Contoh : dalam
bahasa Indonesia ada “ber” (awalan/prefiks), dalam bahasa Arab dikenal dengan الحروف
المضارعة/al-Huruf al-Mudloro’ah ( يذهب
– تذهب - أذهب , ya’, ta’, dan alif dalam kata di atas merupakan al-Huruf al-Mudloro’ah
atau yang bisa disebut السوابق/awalan), dalam behasa
Inggris juga ada imbuhan “be...” yang bermakna “menjadikan...”. Selain itu,
dalam bahasa Indonesia ada juga akhiran/sufiks (contoh : ...an, ...i), ada
imbuhan di tengah/infiks, ada imbuhan campuran/konfiks. Sedangkan dalam bahasa
Arab juga terdapat akhiran atau yang biasa disebut الزوائد, seperti ...ان، ...ون.
Salah satu perbedaan dari semua bahasa di muka
bumi ini yang paling menonjol adalah kelas kata yang mengisi fungsi kata,
seperti : semua bahasa mengenal fungsi kata Subjek, Prediket, Objek,
Keterangan, akan tetapi kelas kata yang mengisi fungsi tersebut berbeda-beda.
Dalam bahasa Arab ada kelas kata nominal, verba, preposisi, dll, dalam bahasa
Inggris ada kelas kata nominal, verba, preposisi, konjungsi, adjektiva,
adverbia, dll, dalam bahasa Indonesia ada kelas kata benda, sifat, kerja, dll.
Bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa
pengertian, di antaranya sebagai berikut :
1.
Bahasa pada umumnya, contoh : Hanya
manusia yang mempunyai bahasa.
2.
Bahasa tertentu, contoh : Saya belajar bahasa
Arab.
3.
Bahasa dalam arti tuturan/ujaran, contoh
: Kalau dia berbicara, bahasanya sangat fasih.
4.
Bahasa dalam arti cara, contoh :
Pertikaian ini tidak dapat diselesaikan dengan bahasa militer.
5.
Bahasa dalam arti dialek, contoh : Jarwo bahasa
tegalnya sangat kental.
v Linguistik
Ferdinand De Saussure
Ferdinand De Saussure merupakan Bapak
Linguistik Modern, beliaulah yang pertama kali mempunyai konsep tentang
peletakan dasar-dasar linguistik. Beliau berasal dari Swiss, Prancis, lahir
pada tahun 1857 dan meninggal pada tahun 1913.
Menurut Ferdinand, bahasa itu :
1.
Mempunyai tanda bahasa (karena sebelum Ferdinand,
bahasa hanya ditekankan pada aspek makna)
Tanda bahasa memiliki dua unsur :
·
Signifiant/penanda/yang menandai, dalam bahasa Inggris “signifier”,
dalam bahasa Arab “الدال”. Signifiant adalah
lambang bunyi. Konsep yang berbeda dapat menyebabkan signifiant yang
bebeda.
·
Signifie/petanda/yang ditandai, dalam bahasa Inggris “signified”,
dalam bahasa Arab “المدلول”. Signifie adalah
konsep yang dikandung oleh signifiant.
Signifie biasanya tergambar dalam pikiran ketika
mendengar sesuatu.
Contoh : Pena
adalah alat untuk menulis dengan tinta dan tidak dapat dihapus dengan penghapus
pensil. Dalam hal ini “pena” adalah signifiant, dan “alat untuk menulis
dengan tinta dan tidak dapat dihapus dengan penghapus pensil” adalah signifie.
Setiap ada signifiant,
pasti ada signifie, dan keduanya bersifat arbitrer, sewenang-wenang,
atau tidak ada hubungan wajib di antara keduanya.
2.
Mempunyai hubungan (karena sebelum Ferdinand, bahasa
hanya ditekankan pada aspek kata)
Menurut Ferdinand, terdapat dua
hubungan :
1)
Hubungan Internal/Sintagmatik, yaitu hubungan ke dalam
antar unsur, atau bisa juga dikatakan hubungan unsur bahasa yang bersifat
menyamping, linier, dan fungsional, dalam artian apabila urutan unsur tersebut
diubah maka dapat mengakibatkan perubahan ataupun kerusakan makna.
Contoh 1 : pada tataran kata ; usap
(u:1, s:2, a:3, p:4), puas (p:4, u:1, a:3, s:2), paus (p:4, a:3, u:1, s:2),
suap (s:2, u:1, a:3, p:4), sapu (s:2, a:3, p:4, u:i), upas (u:1, p:4, a:3,
s:2), spau (s:2, p:4, a:3, u:1), aups (a:3, u:1, p:4, s:2). Kata usap, puas,
paus, suap, sapu, upas mengalami perubahan makna, sedangkan kata spau, dan aups
mengalami kerusakan makna (tidak mempunyai makna).
Contoh 2 : pada tataran frasa ; ini
rumah baru (ini:1, rumah:2, baru:3), ini baru rumah (ini:1, baru:3, rumah:3),
rumah baru ini (rumah:2, baru:3, ini:1), baru rumah ini (baru:3, rumah:2, ini:1).
Semua frasa ini mengalami perubahan makna.
2)
Hubungan Eksternal/Paradigmatik, yaitu hubungan ke
luar dengan unsur yang sejenis, maksudnya hubungan unsur dalam dengan unsur
luar yang sejenis, atau hubungan unsur bahasa yang sejenis dengan unsur luar.
Contoh : Ana menangis di kamar
(Ana:nominal, menangis:verbal intransitif, di:preposisi, kamar:nominal),
kalimat ini berhubungan dengan kalimat berikut, karena ada unsur luar yang
sejenis; Anton tidur di kursi (Anton:nominal, tidur:verbal intransitif,
di:preposisi, kursi:nominal), Kucing lari ke rumah (Kucing:nominal, lari:verbal
intransitif, ke:preposisi, rumah:nominal).
3.
Mempunyai konsep yang terkait dengan kajian bahasa.
Sebelum Ferdinand, hanya ada konsep kajian bahasa secara diakronik,
setelah Ferdinand, muncul konsep kajian bahasa secara sinkronik.
Konsep kajian bahasa menurut
Ferdinand :
1)
Diakronik/Kajian Historis/Kajian Komparatif
(dia:melalui, kronos:waktu), yaitu asal-usul bahasa sesuai perkembangan
tertentu, maksudnya meneliti asal-usul bahasa melalui sejarah perkembangannya.
Contoh : Makna kata “adab”, dahulu
adalah “hidangan”, kemudian berkembang lagi menjadi “tata krama/akhlak”,
kemudian berkembang lagi pada zaman Daulah Abbasiyah menjadi “sastra”.
2)
Sinkronik/Kajian Deskriptif, yaitu asal-usul bahasa
tidak dilihat melalui perkembangan sejarahnya, tapi dilihat pada waktu atau
tempo tertentu, bersifat struktural dan dikaji juga unsur-unsurnya.
Contoh : Meneliti makna “adab” hanya
pada kurun waktu tertentu, seperti pada zaman Daulah Abbasiyah saja.
4.
Sebagai objek kajian linguistik. Menurut Ferdinand
terdapat tiga pengertian bahasa sebagai objek kajian linguistik :
1)
Langage (baca;langgas), yaitu bahasa pada umumnya (dalam
bahasa Arab; اللغة)
2)
Langue (baca;lang), yaitu bahasa tertentu (dalam bahasa Arab; اللسان)
3)
Parole
(baca;paghoi), yaitu
bahasa tuturan (dalam bahasa Arab; الكلام)
Sebagai objek kajian
linguistik, parole merupakan objek konkret, karena parole
berwujud ujaran/tuturan nyata yang diucapkan oleh penuturnya dari suatu
masyarakat bahasa tertentu. Adapun langue merupakan objek yang abstrak,
karena langue itu berwujud dari sistem suatu bahasa tertentu secara
keseluruhan, langue ini merupakan hasil dari parole. Sedangkan langage
merupakan objek yang paling abstrak, karena berwujud sistem bahasa secara
universal, langage ini merupakan hasil dari langue.
Jadi, adapun urut-urutan
objek kajian dalam penelitian linguistik dimulai dari parole, karena parole
dapat dikaji secara langsung, berbentuk konkret, nyata, dapat diamati dan
diobservasi langsung dari penuturnya. Setelah itu, kaidah/hasil dari parole
dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah suatu langue, kemudian hasil
kaidah dari langue akan diperoleh kaidah-kaidah langage, dan langage
ini merupakan kaidah bahasa secara universal.
Jumat, 17 Oktober 2014
KEWARGANEGARAAN
I.
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
War. Wab.,
Alhamdulillahirabbil’alamin,
puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan E-Book yang berjudul “Materi Kewarganegaraan”
ini sebagai tugas akhir mata kuliah Kewarganegaraan pada semester dua.
Tak
lupa pula rasa terima kasih saya terucap bagi dosen pembimbing saya dalam mata
kuliah ini, Bapak Jarot Wahyudi, yang telah membagi ilmunya kepada teman-teman
khususnya kepada saya sendiri, sehingga dapat memahami semua materi dalam
lingkup Kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib jurusan Bahasa dan Sastra
Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, di semester dua tahun ajaran 2013/2014
ini. Rasa terima kasih saya juga terucap bagi semua teman-teman yang telah
membantu saya dan seluruh pihak yang telah mendukung demi terselesaikannya
E-Book ini. Karena tanpa bantuan dan dukungan dari kalian kiranya E-Book Materi
Kewarganegaraan ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam
E-Book Materi Kewarganegaraan ini, menjelaskan materi-materi yang telah saya
pelajari pada semester dua mata kuliah Kewarganegaraan. Diantaranya adalah
penjelasan tentang bagaimana sikap kita dalam berwarganegara, sesuai dengan
mata kuliah ini yang menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan
kewarganegaraan. Tanpa mempelajari tentang Kewarganegaraan, kiranya kita sebagai
warga Negara Indonesia tidak akan mengerti bagaimana cara untuk menjadi warga
negara yang baik. Oleh karenanya telah diwajibkan bagi seluruh perguruan tinggi
untuk memasukkan mata kuliah Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah
yang wajib diambil oleh para mahasiswanya. Hal ini bertujuan agar para
mahasiswa benar-benar mengetahui seberapa pentingnya kewarganegaraan di
Indonesia, sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sekian
pengantar dari E-Book ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi semua kalangan. Amiinn
...
Wassalamu’alaikum War. Wab.,
Penyusun,
Nurus
Syarifah
(13110003)
BSA-B
Fakultas
Adab Dan Ilmu Budaya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
II.
DAFTAR ISI
I.
PENGANTAR
II.
DAFTAR ISI
III.
MATERI KEWARGANEGARAAN
1.
Tata
Kelola Demokratis
2.
Democratic
Governance
3.
Kontsitusi
dan Tata Perundang-undangan Indonesia
4.
Otonomi
Daerah
5.
Kearifan
Lokal
6.
Global
Citizenship
7.
Hak
dan Kewajiban Warga Negara
8.
Keterampilan
Berwarganegara
9.
Hak
Asasi manusia
10. Masyarakat Madani
IV.
PENUTUP
III.
MATERI KEWARGANEGARAAN
1.
TATA KELOLA DEMOKRATIS
Tata Kelola Demokratis merupakan
pengertian lain dari tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik. Untuk
menjadi baik, maka harus bersih dahulu dari segala persoalan, terutama dengan
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, tata kelola demokratis harus di
mulai pada diri sendiri, atau individual masing-masing. Ini berarti bagaimana
demokrasi itu dapat diterapkan pada diri sendiri, baru kemudian di terapkan
pada lingkungan sekitar. Hal ini merupakan hal yang penting, karena suatu hal
yang baik itu harus bermula dari diri sendiri.
Terdapat 9 nilai-nilai serta
prinsip-prinsip demokrasi yang harus dipahami oleh setiap penduduk di suatu
negara yang menganut Tata Kelola
Demokratis, yaitu :
1.
Partisipasi
(partisipation), merupakan sebuah asas yang melibatkan masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
perwakilannya.
2.
Penegakan
Hukum (Rule of Law), merupakan sebuah asas pengelolaan pemerintah secara
profesional yang didukung oleh pemerintahan yang berwibawa.
3.
Transparansi
(transparancy), merupakan asas yang penting karena menjadi syarat utama
agar budaya korupsi dapat ditanggulangi sejak dini. Dari mulai penetapan
jabatan publik sampai harta kekayaan pejabat publik.
4.
Responsif
(responssivenes), bagaimana pemerintah tanggap terhadap persoalan dan
kondisi masyarakat, cepat dalam bertindak menghadapi persoalan masyarakat.
5.
Orientasi
Kesepakatan (consensus orientation), bagaimana keputusan itu diambil
harus dengan musyawarah dan disepakati semua anggota serta meminimalkan konflik
kelompok, minimal semua golongan menerima hasil musyawarah.
6.
Kesetaraan
(equity), pelayanan tanpa mengenal SARA (suku, agama, ras dan antar
golongan).
7.
Efektivitas
(effectiviness), dengan parameter produk yang menjangkau
sebesar-besarnya dan efisiensi (eficency) ini diukur dengan rasionalitas
biaya pembangunan untuk memenuhi pembangunan.
8.
Akuntabilitas
(accountability), ini dapat dikatakan terukur dan mampu
dipertanggunggjawabkan.
9.
Visi
Strategis (strategic vision), bagaimana keputusan mengambil kebijakan
dapat diberlakukan untuk jangka yang sangat panjang minimal 20 puluh tahun yang
akan datang.
2.
DEMOCRATIC GOVERNANCE (TATA KELOLA DEMOKRATIS)
·
Pengertian
Democratic Governance merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu democratic, yang artinya “dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat” dan governance yang artinya “kegiatan
berhubungan antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai hal berkaitan
dengan kepentingan masyarakat dan campur tangan pemerintah atas campur tangan
tersebut (koiman: Ed. 1993)[1]”.
Maksud dari Democratic Governance adalah tata kelola
kelembagaan/organisasi yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi, partisipasi (melibatkan multi pihak dan pembagian kekuasaan),
responsifitas, proporsionalitas (adil), akuntabilitas, non diskriminasi
terhadap ras, etnis, agama maupun gender,
antikorupsi, pluralis, dan menegakkan nilai-nilai lokal yang relevan.
·
Prinsip-Prinsip
Democratic Governance :
1.
Penghargaan
martabat kemanusiaan, dimana perlindungan Hak Asasi Manusia menjadi hal yang
penting dalam Tata Kelola Demokratis.
- Kesetaraan, tidak ada perbedaan
pelayanan atau apapun antar SARA (suku, agama, ras dan antar golongan),
karena setiap penduduk itu setara, tidak membedakan yang satu dengan yang
lainnya.
- Antikekerasan, tidak mengenal
kudeta atau anarkisme dan semacamnya. Kekerasan juga bukan merupakan jalan
keluar bagi suatu masalah.
- Penghargaan terhadap perbedaan,
perbedaan merupakan hal yang wajar, dan setiap orang atau pemerintah harus
menghargai perbedaan tersebut.
·
Tujuan
Tata Kelola Demokratis :
- Mengurangi kesenjangan, kesenjangan sosial
antara warga kaya dan warga miskin dapat berkurang.
- Menghapuskan kemiskinan,
kemiskinan dapat berkurang dengan adanya Democratic Governance.
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
masyarakat akan sejahtera apabila tata kelola pemerintahannya baik.
- Mewujudkan ketertiban dan
perdamaian, baik antar warga, ras, suku dan agama yang berbeda.
- Tercapainya tujuan negara,
diantaranya adalah mencerdaskan bangsa, mensejahterakan masyarakat umum,
dan menertibkan keadaan sosial serta mewujudkan perdamaian.
3.
KONSTITUSI
DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
·
Pengertian
Konstitusi
Konstitusi berasal dari Bahasa
Prancis, constituer, yang artinya membentuk, pembentukan, penyusunan,
atau pernyataan akan suatu negara. Dalam Bahasa Latin, konstitusi merupakan
gabuga dari dua kata, yaitu cume, berarti “bersama dengan . . .” dan statuere,
berarti “membuat sesuatu agar berdiri/mendirikan, menetapkan sesuatu”. Dari
berbagai macam pengertian, Konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Kumpulan
kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada penguasa
2.
Dokumen
tentang pembagian tugas dan wewenangnya dari sistem politik yang diterapkan
3.
Deskipsi
yang menyangkut masalah Hak Asasi Manusia
·
Tujuan
dan Fungsi Konstitusi
Tujuan Konstitusi secara garis besar
adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat
yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sedangkan
fungsi Konstitusi bagi seorang warga adalah :
1.
Sebagai
Kontrak Sosial. Teori Sosial ini diungkapkan oleh J.J. Rousseau, yang
mengatakan bahwa manusia terlahir dalam keadaan bebas dan sederajat dalam
hak-haknya, sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak umum (rakyat).
Dimana teori ini sesuai dengan teori yang dipakai Rasululloh pada saat Piagam
Madinah.
2.
Melindungi
Hak Asai Manusia (HAM)
3.
Untuk
menata kehidupan, karena apabila tidak ada Konstitusi yang mengatur secara
nasional, maka akan terjadi konflik horizontal, baik antar ras, suku maupun
agama.
·
Sejarah
Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia :
1.
Undang-Undang
Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
2.
Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang masa berlakunya sejak 27 Desember 1949 –
17 Agustus 1950
3.
Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia yang masa berlakunya sejak 17 Agustus
1950 – 5 juli 1959
4.
Undang-Undang
Dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama di Indonesia
denagn masa berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang
4.
OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah adalah hak dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal
1 ayat 5 dan 6 UU No. 32 Tahun 2004). Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah
Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adanya otonomi daerah diantaranya :
1.
Sebagai
wujud adanya perubahan paradigma dalam pelaksananaan pemerintahan di Indonesia
yang selama ini (sebelum era reformasi) bersifat sentralistik telah tidak
sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.
2.
Sebagai
wujud pelaksanaan UUD 1945 pasal 18, yang isinya : 1)NKRI dibagi atas
daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang, 2)Pemerintah daerah provinsi, daerah
kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan merurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3.
Pemerintah
daerah dapat meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan
kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta memelihara hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah dalam menjaga keutuhan NKRI.
Sedangkan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
1.
Meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2.
Pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
3.
Pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dengan daerah dan antar daerah dalam rangka
menjaga keutuhan NKRI.
4.
Mendorong
untuk memberdayakan masyarakat.
5.
Menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan
mengembangkan peran serta fungsi DPRD.
5. KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)
Kearifan Lokal (Local
Wisdom), juga disebut dengan Local Genius. Menurut Sartini, (seorang
dosen Filsafat Kebudayaan, Fakultas Filsafat, Universitas Gajdah Mada
Yogyakarta), Local genius is local ideas that is characterized such as:
wise, full of wisdom, good values, that planted and followed by society. Maksudnya,
Local Genius atau Kebijakan Lokal adalah ide-ide yang muncul dari sebuah
masyarakat lokal, yang di tandai dengan (berkarakteristik) kebijakan, ilmu
pengetahuan, nilai-nilai yang baik, yang ditanamkan dan diikuti oleh masyarakat
luas.
Bentuk dari
Kearifan Lokal (Local Wisdom) dapat berupa nilai, norma, kepercayaan,
kebiasaan/adat, dan lain-lain. Semua Local Wisdom tersebut mempunyai
makna khusus dan fungsi masing-masing. Moendardjito (dalam Ayatrohaedi,
1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local
genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Ciri-ciri dari Local Wisdom antara lain:
1.
Mampu
bertahan terhadap budaya luar
2.
Memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3.
Mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4.
Mempunyai
kemampuan mengendalikan
5.
Mampu
memberi arah pada perkembangan budaya
Adapun salah satu contoh Local Wisdom adalah “Delapan Watak
Pemimpin Jawa“ atau yang lebih dikenal dengan “Astabratha”, Dikutip dari
tulisan Indra Tranggono, Pemerhati Kebudayaan, Tinggal di Yogyakarta, Harian
KOMPAS, 16 Agustus 2008. Konsep Astabratha adalah konsep tentang bagaimana
sikap dan sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Astabratha ini
merupakan filosofi Jawa, yang mana filosofi Jawa tersebut kebanyakan hasil
belajar dari alam. Secara rinci konsep ini terurai dalam delapan (asta)
watak, yaitu :
1.
Bumi
; seorang pemimpin harus mendorong dirinya untuk selalu memberi kepada sesama
2.
Api
atau Geni ; seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan memberi semangat
3.
Air
atau Banyu ; seorang pemimpin harus bersikap adil, rendah hati, dan
santun
4.
Angin
; seorang pemimpin harus dapat memberikan hak hidup kepada masyarakat
5.
Matahari
atau Surya ; seorang pemimpin harus dapat menjadi penerang kehidupan dan
pemberi energi bagi masyarakat
6.
Bulan
atau Candra ; seorang pemimpin harus dapat memberikan rasa tentram dan
sinar dalam kegelapan
7.
Bintang
atau Kartika ; seorang pemimpin harus mampu menjadi panutan rakyatnya
8.
Angkasa
atau Langit ; seorang pemimpin harus mempunyai keluasan hati, pikiran, dan
perasaan dalam menghadapi berbagai masalah, tidak emosional dan harus memiliki
kesabaran.
6.
GLOBAL CITIZENSHIP
Global Citizenship
dalam http//www.wikipedia.org, yaitu “Citizenship is membership in a
political community (originally a city or town but now usually a country) and
carries with it rights to political participation; a person having such
membership is a citize”. Adanya global citizenship menjadikan kita sekarang
bukan menjadi warga lokal, tetapi sudah menjadi warga dunia. Adapun alasan
mengapa kita harus menjadi seorang global citizenship adalah :
1.
Kesempatan
untuk berkembang semakin luas, dalam hal ini meliputi kesempatan belajar,
kesempatan bekerja, kesempatan bergaul dan yang lainnya. Menjadi global
citizenship menjadikan kita semakin mudah untuk ber-acces dalam segala
hal.
2.
Mutual
help, saling menbantu antara yang satu
dengan yang lainnya. Menjadi global citizenship menjadikan kita mendapatkan
bantuan oleh dunia internasional apabila mendapat masalah yang serius.
3. Tidak
ada jarak, tidak ada blok, antara warga global citizenship yang satu
dengan yang lainnya sudah tidak ada jarak, saling berbaur dengan yang lain.
4. Menjadi
global citizenship menjadikan hak kita diakui dunia. Dimanapun, kapanpun, hak
kita sebagai warga dunia akan diakui oleh dunia internasional.
Sedangkan
syarat untuk menjadi warga global citizenship antara lain :
1.
Harus
mempunyai sikap mental, di antaranya ; berani menghadapi siapapun, belajar,
konsentrasi (fokus), pergaulan yang luas.
2.
Harus
menghormati orang lain, saling tenggang rasa.
3.
Harus
belajar bahasa dunia.
4.
Harus
mempunyai solidaritas, menolong warga yang lain jika mengalami kesulitan.
Untuk menjadi seorang global citizenship terdapat cara-cara yang harus
ditempuh. Adapun cara-cara tersebut adalah : 1) Attitude , yaitu moral ,
akhlak, yang prosentasenya mencapai 80%, 2) Aptitude, kemampuan , yang
prosentasenya mencapai 20 %, 3) Altidude, ketinggian, pencapaian setelah
melewati Attitude dan Aptitude. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari
Global Citizenship adalah :
1.
Mempelajari
prinsip-prinsip Global Citizenship menyadarkan kita bahwa kita perlu menyiapkan
diri menjadi warga dunia/global.
2.
Global
Citizenship menyadarkan kita bahwa kita tidak bisa hidup sendiri, tanpa bantuan
orang lain.
3.
Kita
harus mempelajari budaya negara lain.
4.
Kita
harus mempunyai filter untuk menyaring pengaruh global yang bersifat negatif.
5.
Global
Citizenship memberikan kita akses/kesempatan untuk memperoleh pengetahuan,
pekerjaan, keterampilan dan pendidikan yang lebih besar, luas dan baik.
7.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Ø
Pengertian Hak dan Kewajiban Warga
Negara
Hak warga negara adalah segala
sesuatu yang harus didapatkan warga negara dari negara (pemerintah). Sedangkan
kewajiban warga negara adalah segala sesuatu yang harus dilaksanakan oleh warga
negara terhadap negara.
Ø
Hak dan kewajiban warga negara
menurut UUD 1945 di antaranya :
·
Pasal 27 (1)
Menetapkan hak
warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk
menjunjung hukum dan pemerintahan.
·
Pasal 27 (2)
Menetapkan hak
warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
·
Pasal 27 (3)
Menetapkan hak
dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
·
Pasal 28
Menetapkan hak
kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan.
·
Pasal 29 (2)
Menetapkan
adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agamanya.
·
Pasal 30 (1)
Menetapkan hak
dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan kemanan
negara.
·
Pasal 31 (1)
Menyebutkan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Adapun
kewajiban dasar bagi warga negara Indonesia antara lain :
·
Setiap orang yang ada di wilayah
negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum
tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah
diterima oleh negara Republik Indonesia.
·
Setiap warga negara wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
·
Setiap warga negara wajib
menghormati HAM orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dll.
8.
KETERAMPILAN BERWARGANEGARA (Soft Skills)
Keterampilan
Berwarganegara merupakan salah satu hal yang penting bagi seorang warga negara.
Dengan keterampilan berwarganegara seseorang dapat meraih cita-citanya dan
sukses dalam menitih kehidupannya. Dalam keterampilan berwarganegara, hal yang
paling penting adalah Soft Skills, yaitu kemampuan untuk berinteraksi sosial,
berkomunikasi, bekerja sama, dll. Hal ini terbukti dari survei yang diterbitkan
oleh National Association of Colleges and Employers, USA, 2002 (disurvei dari 457 pimpinan),
yang mana survei tentang “Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi yang Diharapkan
Dunia Kerja (Skala 1 – 5)”
menunjukkan hasil sebagai berikut : 1) Kemamapuan Komunikasi ; 4,69 ; 2)
Kejujuran/Integritas ; 4,59 ; 3) Kemampuan Bekerja Sama ; 4,54 ; 4) Kemampuan
Interpersonal ; 4,50 ; 5) Beretika ; 4,46 . Dari survei ini dapat disimpulkan
bahwa Soft skills (kemampuan interaksi sosial) dibutuhkan untuk sukses dalam
hal apapun, khususnya dalam dunia kerja bagi para lulusab perguruan tinggi.
Soft
Kills (kemampuan interaksi sosial), merupakan hal yang dapat dilatih sejak
sebelum lulus kuliah. Bagi mahasiswa/i perguruan tinggi dapat melatih dan
mengasah soft skills dengan menyeimbangkan antara aktivitas akademik dan non
akademik mereka, sehingga ketika mereka lulus, tidak hanya lulus dengan gelar
saja, akan tetapi mereka sudah mengantongi soft skills mereka untuk terjun
dalam dunia kerja. Menurut pendapat Zulkifli Zaini, seorang Direktur
Distribution Network PT Bank Mandiri (Alumnus Teknik Sipil ITB’75), mengatakan
bahwa “Peran ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kuliah adalah sangat
penting, terutama pada awal karir seseorang. Pada tahap selanjutnya, baru soft skills yang
sangat menonjol kebutuhannya. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin canggih
soft skills yang dibutuhkan.”
Menurut Patrick O’Brien dalam bukunya “Making College
Count”, terdapat 7 Area Soft Skills yang dapat menjadikan seseorang punya
karakteristik untuk menang (Winning Characteristics). 7 area tersebut
disingkat menjadi kata “COLLEGE”, yaitu :
1.
C =
Communication Skills (Komunikasi Lisan dan Tulisan)
2.
O =
Organization Skills (Manajemen Waktu, Meningkatkan Motivasi, Menjaga Kesehatan dan Penampilan)
3.
L =
Leadership (Kepemimpinan Efektif)
4.
L =
Logic (Menyelesaikan Masalah dan Berpikir Kreatif)
5.
E =
Effort (Ketahanan Menghadapi Tekanan, Asertif
yaitu ‘sikap antara pasif dan agresif, berani menyatakan pendapat tapi masih peka dengan kebutuhan orang lain, tujuannya menemukan win-win solution’, Kemampuan dan Kemauan Belajar)
6.
G =
Group Skills (Kerjasama tim dan Meningkatkan Kemampuan Interpersonal)
7.
E =
Ethics (Etika Kerja)
9.
HAK ASASI MANUSIA (HAM)[2]
Secara harfiah hak asasi manusia
(HAM) dapat dimaknakan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena
keberadaannya sebagai manusia. Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral
manusia, dan diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat suatu individu
sebagai seorang manusia. Dengan kata lain, HAM secara umum dapat diartikan
sebagai hak-hak yang melekat pada diri segenap manusia sehingga mereka diakui
keberadaannya tanpa membedakan seks, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik,
kewarganegaraan, kekayaan, dan kelahiran.[3]
Secara umum,
bersandar pada banyaknya deklarasi dan kovenan (kontrak perjanjian) yang berkenaan
dengan HAM yang dikeluarkan oleh PBB, maka terdapat tiga generasi Hak-Hak Asasi
Manusia. Pertama, pemahaman HAM yang tersurat di dalam Universal Declaration
of Human Rights 1948 merupakan pernyataan tentang HAM yang dipengaruhi oleh
pandangan tradional Barat, yang lahir dari sebuah kemenangan kelas menengah
terhadap monarki absolut. Deklarasi ini sangat menekankan pada hak-hak sipil
dan politik, seperti kebebasan berbicara, hak untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan dan hak untuk beragama.
Kedua, pemahaman tentang HAM yang
tertuang dalam Covenant on Civil and Political Rights dan Covenat on
Economics, Social, and Cultural Right (1966) merupakan hasil kompromi
antara ideologi Barat (liberalisme) yang menitikberatkan pada hak-hak
politik dengan ideologi Timur (komunisme) yang menitikberatkan pada
hak-hak ekonomi. Dalam HAM generasi kedua ini terlihat adanya upaya
penyelarasan antara hak individu (hak sipil dan politik) dengan hak
kolektif (hak ekonomi dan sosial) seperti hak untuk kehidupan yang layak dan
mendapatkan pendidikan. Juga dicantumkan hak untuk mengatur kekayaan dan
sumber-sumber nasional secara bebas sebagaimana tercantum dalam kedua
kovenan tersebut.
Ketiga,
pemahaman tentang Deklarasi Vienna 1993 yang merupakan kompromi antara
negara-negara Barat yang sudah maju dengan negara-negara berkembang. Yang baru
dari genarasi ketiga ini yakni adanya diperkenalkannya hak atas pembangunan,
hak untuk memelihara suatu kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu. Dalam
konferensi Vienna ini telah disepakati perlunya pendekatan berimbang dalam upaya
pemajuan dan perlindungan HAM.
10.
MASYARAKAT MADANI (CIVIL SOCIETY)
·
Pengertian
Masyarakat Madani (Civil Society)
adalah sebuah kelompok masyarakat yang mana konsep keberadaan masyarakatnya
sudah dapat memajukan diri sendiri (mandiri), sudah dapat mengolah potensi,
sehingga negara tidak ikut campur tangan (intervensi) dalam mengelola sumber
daya manusia atau sumber daya alam yang ada di dalam masyarakat tersebut. Karakter
masyarakat madani meliputi ; 1) free public sphere , yaitu adanya ruang
publik yang bebas sebagai sarana mengemukakan pendapat, 2) demokratis, 3)
toleransi, tenggang rasa, saling menghargai, 4) pluralisme, menerima
kemajemukan, 5) keadilan sosial.
·
Terdapat
beberapa pendapat para ahli tentang masyarakat madani, diantaranya :
1.
Rahardjo
; masyarakat madani adalah suatu ruang partisipasi masyarakat yang voluntary
(sukarela), mengandung 3 hal yaitu agama, peradaban dan perkotaan. Tandanya
adalah terdapat OMS (Organisasi Masyarakat Sipil).
2.
Nur
Kholis Madjid ; masyarakat madani yaitu masyarakat yang sopan dan beradab.
Tandanya adalah menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dan permusyawaratan.
3.
Franz
Magnis Suseno ; masyarakat madani adalah masyarakat yang voluntary
(sukarela), menjunjung tinggi swasembada dan swadaya.
·
Adapun
tanda-tanda/indikator sebuah masyarakat madani adalah :
1.
Hubungan
antar warganya saling menghormati dan toleransi
2.
Warga-warganya
parsitipatif, maksudnya siapa ambil bagian dalam segala hal
3.
Otonomi
daerahnya sudah dapat mandiri, tidak tergantung pada pemerintah pusat
4.
Masyarakatnya
tidak bebas nilai, dalam artian terikat oleh hukum dan norma
5.
Bagian
sistemnya dengan struktur non-dominatif (plural)
6.
Termanifestasi
dalam organisasi, maksudnya organisasi selalu mendukung terwujunya masyarakat
madani
·
Sedangkan
yang berperan dalam penegak masyarakat madani, diantaranya :
1.
Media
/ Pers , tanpa adanya media/pers kecurangan para pejabat atau pemerintah tidak
akan diketahui
2.
Partai
Politik
3.
Dosen
dan maahasiswa, dalam lingkungan perguruan tinggi/kampus
4.
Organisasi
Masyarakat Sipil (OMS)
5.
Tokoh
Masyarakat
IV.
PENUTUP
Kewarganegaraan
merupakan salah satu mata kuliah terpenting dalan perguruan tinggi, sehingga
perlu adanya kewajiban bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah ini. Selain
itu, adanya pembelajaran tentang kewarganegaraan diharapkan dapat
diaktualisasikan para mahasiswa dalam menjadi warga masyarakat Indonesia yang
baik , khususnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, yang mana perguruan tinggi memiliki tiga tugas
pokok, yaitu pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Adanya
materi kewarganegaraan ini diharapkan dapat membina mahasiswa dalam menjalani
kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang beraneka ragam, sehingga mereka
mempunyai bekal untuk menghadapi segala macam persoalan dan bagaimana cara
pemecahan persoalan tersebut, yang mana segala macam persoalan tersebut pasti
akan muncul dalam kehidupan mereka di tengah masyarakat. Adanya materi
kewarganegaraan ini juga diharapkan agar mahasiswa dapat memahami berbagai
macam seluk-beluk mengenai kewarganegaraan di Indonesia, sehingga mereka dapat
berprilaku sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pembelajaran kewarganegaraan
ini.
Mengenai
pembelajaran kewarganegaraan yang terdapat dalam E-Bokk ini dapat disimpulkan
sebagai berikut, yaitu materi tentang Tata Kelola Demokratis (Good
Governance), Konstitusi dan Tata Perundang-undangan Indonesia, Otonomi
Daerah, Kearifan Lokal (Local Wisdom), Global Citizenship, Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Keterampilan Berwarganegara (Soft Skills), Hak
Asasi Manusia (HAM), dan Masyarakat Madani. Semua Materi dalam E-Book ini
diharapkan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, kuhususnya bagi para
mahasiswa, sehingga mereka dan perguruan tingginya benar-benar melaksanakan
tugas pokok mereka yang terangkum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
[1] Idup Suhadi, Kepemerintahan
Yang Baik (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2011), 10.
[2]
Dikutip
dari Yanyan Mochamad Yani, Ph.D., Dosen
Senior Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran., Dalam Artikel “Hak Asasi Manusia dan
Hubungan Internasional”.
[3] Universal
Declaration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa, artikel 1 dan 2.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)